Ambarawa, – Tumpeng Robyong adalah salah satu elemen penting dalam budaya Jawa yang digunakan sebagai bagian dari ubo rampe sesaji, terutama dalam acara-acara syukuran. Lebih dari sekadar hidangan, Tumpeng Robyong mengandung filosofi mendalam yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Makna Tumpeng dan Unsur-Unsurnya
Tumpeng berbentuk kerucut yang melambangkan gunung (Maha Meru), sebuah simbol sakral dalam budaya Jawa. Gunung dipandang sebagai pusat kehidupan spiritual, tempat di mana Tuhan, leluhur, dan dewa-dewa bersemayam. Bentuk kerucut ini juga melambangkan hubungan antara makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (kehidupan individu), mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam.
Nasi tumpeng yang berwarna putih melambangkan kesucian dan kebersihan. Proses memasak nasi yang dimulai dengan mencuci beras hingga bersih menjadi simbol bahwa rejeki yang kita peroleh harus halal dan diperoleh melalui kerja keras yang jujur. Ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap langkah hidup, kita harus menjalani kehidupan yang murni dan bermartabat.
Ingkung: Simbol Pengorbanan
Di antara lauk-pauk dalam Tumpeng Robyong, ayam jago atau ingkung memiliki peran penting. Ingkung melambangkan pengorbanan dan kerelaan untuk memberikan yang terbaik demi keluarga. Ini menjadi pengingat bahwa dalam kehidupan berkeluarga, kita harus saling menjaga, mengorbankan kepentingan pribadi demi kebersamaan, serta menjauhi kesombongan dan amarah.
Makna Sayur dan Lauk Lainnya
Tumpeng Robyong juga dihias dengan berbagai sayuran dan lauk lainnya yang memiliki simbolisme mendalam:
Gudangan/Urap: Melambangkan kehidupan yang bermanfaat bagi orang lain. Dalam bahasa Jawa, ada ungkapan “urip iku urub,” yang berarti hidup yang bermanfaat, menyala, dan memberi terang bagi sesama.
Kangkung: Simbol cita-cita dan harapan yang terjangkau.
Ikan Teri: Melambangkan pentingnya kebersamaan dan kekompakan dalam keluarga.
Cabe Merah: Dipotong menyerupai mahkota bunga, melambangkan semangat yang membara dalam menjalani kehidupan.
Bayam: Simbol ketenteraman dan kesejahteraan dalam keluarga.
Kacang Panjang: Menggambarkan pemikiran yang panjang dan jauh ke depan.
Taoge: Melambangkan tunas harapan untuk generasi baru.
Tumpeng Robyong: Wujud Keselarasan dengan Alam
Salah satu makna mendalam dari Tumpeng Robyong adalah kesadaran akan keterikatan kita dengan alam. Tumpeng dihias dengan buah-buahan sebagai simbol harapan bahwa setiap langkah hidup akan berbuah manis. Filosofi ini mencerminkan doa agar setiap manusia, seperti anak yang baru lahir, akan selalu didukung oleh alam dalam menjalani kehidupan yang harmonis.
Dalam kehidupan sehari-hari, Tumpeng Robyong mengajarkan kita untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan alam semesta. Manusia terbentuk dari empat elemen alam—tanah, air, udara, dan api—dan sebagai makhluk ciptaan, kita diingatkan untuk merawat alam demi keseimbangan dan kelangsungan hidup bersama.
Simbol Pembagian Ingkung
Dalam kenduri atau syukuran, pembagian ingkung juga mengandung makna filosofis yang mendalam terkait peran anggota keluarga:
Kepala Ayam untuk ayah, sebagai kepala keluarga yang memimpin dan bertanggung jawab atas rumah tangga.
Brutu untuk ibu, sebagai sosok yang mendukung penuh suami dan anak-anaknya.
Kaki Ayam untuk anak laki-laki, sebagai simbol harapan bahwa suatu hari ia akan mencari rejeki dan menjadi penopang keluarga.
Sayap Ayam untuk anak perempuan, melambangkan bahwa suatu hari ia akan meninggalkan rumah orang tuanya untuk mengikuti suaminya.
Kesimpulan
Tumpeng Robyong bukan sekadar sajian makanan, melainkan simbol syukur kepada Tuhan dan alam semesta. Filosofi ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan, baik secara spiritual maupun fisik. Manusia harus hidup dalam harmoni dengan alam, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, pengorbanan, dan tanggung jawab dalam keluarga.
Melalui Tumpeng Robyong, kita diingatkan untuk selalu bersyukur atas kemurahan Tuhan dan menjaga keselarasan dengan alam agar kehidupan kita selalu berbuah manis, penuh kedamaian, dan keberkahan.
(Noor Hayati)