Jakarta, Nasionalnesw.co.id – KH. As’ad Said Ali mengatakan bahwa, menteri Kehakiman Abdul Hakim pada 29 September memutuskan untuk mengadopsi versi modivikasi Shariat Islam sesuai UUD tahun 1964 tentang ditetapkan pada masa Sultan Mohammad Zahir Syah, Sultan terakhir dari Kesultanan Imarah Islam Afganistan. Hal itu berarti, Afganistan akan menganut sistem politik Nomokrasi atau sistem politik yang bersumber pada kedaulatan hukum cq hukum agama.
Menurut KH As’ad. Sistem tersebut mirip dengan Arab Saudi yang juga menerapkan “Hukum Islam”. Bedanya Arab Saudi mengadopsi Shariat Islam menurut pandangan mazhab Hambali, sedang Afganistan mengikuti pandangan mazhab Hanafi yang lebih lunak. Sistem nomokrasi ini didasarkan keyakinan bahwa kedaulatan berada di tangan Tuhan.
Bandingkan dengan arifnya para pendiri bangsa kita yang meletakkan “ Ketuhanan YME” sila pertama Pancasila yang menganggap Tuhan dalam konteks spiritual, bukan konteks politik. Sila keempat Pancasila juga tidak menggunakan kata demokrasi seperti usulan Bung Karno, tetapi kata “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan, yang bermakna demokrasi khas Indonesia.
Lalu bagaimana sistem pemerintahan Imarah Islam Afganistan akan disusun untuk melaksanakan “ kedaulatan Tuhan “ tersebut ?.
Jawabannya adalah melalui sistem “musyawarah” sesuai ajaran Islam dan budayanya. Nilai nilai musyawarah sesuai ajaran Islam itu melembaga kedalam budaya suku bangsa Pasthun yang dikenal dengan “ Loya Jirga “ , suatu bentuk musyawarah dari tingkat desa sampai kepusat pemerintahan.
“Arab Saudi juga mengikuti “ Nomokrasi “ dalam suatu sistem pemerintahan mokarkhi. Suara atau aspirasi rakyat disalurkan sesuai budaya khabilah yang menjadi dasar susunan masyarakatnya. Dalam hal ini dibentuk Majlis Ahli dari daerah hingga pusat,” jelas mantan Wakabin, kepada jurnalis Nasionalnews, Kamis, 30/9/2021.
KH As’ad melanjudkan. Suatu hal yang perlu digaris bawahi adalah, Afganistan sedang berjuang membangun masa depannya setelah berada ditengah konflik sejak 1980. Media Barat memberi stigma, Afganistan sama dengan teroris, sama penjajah Belanda menganggap para pejuang Indonesia juga teroris. Dasar Kolonial. (As’ad Said Ali)