Aksi Bom Bunuh Diri Tidak Berperikemanusiaan

Jakarta – Bom bunuh diri meledak di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Akibat ledakan itu, 14 orang mengalami luka-luka dilarikan ke rumah sakit dan 1 orang meninggal diduga pelakunya. Ini adalah tindakan yang tidak berperikemanusiaan.

Terkait hal tersebut, mantan Wabin, As’ad Said Ali memberikan analisa bahwa berdasarkan indikasi yang dikumpulkannya, pelakunya mengarah ke ISIS, dalam hal ini kemungkinan Mujahidin Indonesia Timur ( MIT ).

“Kemungkinan peledakan itu terkait dengan aksi pembakaran dan pembunuhan terhadap empat aktivis gereja di Poso, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh MIT pada 28 Nopember 2020. Aksi itu dilatar belakangi dendam selama konflik Poso beberapa tahun lalu. Umumnya mereka kehilangan anggauta keluarga dan merasa diperlakukan tidak adil terutama ketika berada dalam tahanan,” jelas As’ad Said Ali, dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 28/03/2021.

Ia melanjutkan, bahwa aksi mereka itu mendapat apresiasi langsung dari pimpinan ISIS dalam situs mereka yang didahului dengan mengumandangkan nasid atau lagu lagu perjuangan. Suatu cara atau metode yang digunakan oleh pimpinan ISIS untuk membina semangat juang dan mengendalikan pendukung pendukungnya dimanapun mereka berada.

Dalam perkembangannya kemudian pada 12 desember 2020 muncul rilis resmi An Naba, ISIS mengeluarkan suatu perintah yang berbunyi “ couldly kill them with hate and rage “ / bunuh mereka dengan kebencian dan penuh amarah”.

Kalimat  ISIS itu bisa dimaknai sebagai perintah dari pimpinan ISIS atas nama Abu Abdullah Asy Syami. Pelaku terorisme, bukan kebetulan, memilih momen hari minggu kebaktian yang masih dalam rangkaian  hari paskah / kebangkitan. Tepatnya hari ini ( 28 maret ) dilakukan ritual palma sesuai dengan keyakinan umat Katholik.

Perkembangan diatas sebaiknya disikap secara jernih , kepala dingin dan cerdas. Pertama ; peran propaganda jihad global sangat berpengaruh terhadap perkembangan kelompok radikal / ekstrim di Indonesia khususnya kelompok pro ISIS. Kedua : Bukan mustahil akan ada kelompok ekstrim baru sejalan meningkatnya propaganda terorisme global dan kondisi politik internal, sehingga perlu pemetaan teror yang tepat.Ketiga ; jangan ada kebijakan yang tidak cerdas, menggolongkan ormas Islam yang dianggap radikal kedalam Kelompok Teroris.Perlu dicermati , radikal dalam “retorika “atau “ radikal / ekstrim dalam ideologi ( Jihadi ) dan dalam aksi ( istishadah/ bom bunuh diri.

“Terngiang dalam otak saya, pesan tokoh  besar intelijen nasional,Pak Ali Murtopo “ Indonesia akan aman damai, kalau kamu bisa menjadikan mereka yang ekstrim menjadi radikal dan kemudian menjadikan menjadi moderat”. Insya Allah. Sebagai pengamat bisa saja ,analisa diatas salah, tetapi saya tulis dengan niat tulus untuk membantu pihak yang berkepentingan secara cepat,” pungkanya.