Naionalnews.co.id – Kaum Nahdliyin di tahun tujuh puluhan pernah diplesetkan sebagai “ Golongan Teklek dan Sarungan”, senantiasa diajarkan oleh para guru untuk “ taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri ( Kepala Negara ). Kita juga dianjurkan untuk mengingatkan kepada pemimpin negara untuk selalu berbuat adil dan maslahat untuk rakyatnya. Tentu dengan kata yang baik sesuai budaya.
“Kita juga dilarang untuk BUGHOT atau melawan negara dengan senjata atau kekerasan. Sekarang ini yang dikatagorikan bughot adalah kaum teroris yang sering membunuh rakyat tidak berdosa. Sedang partai diluar “koalisi pemerintah” disebut oposisi yg kehadirannya diperlukan untuk “check and balance “. Ujar KH. As’ad.
Adapun oposisi diluar partai disebut “ pressure group” atau “interest group “ misalnya demonstran tolak “Omni Bus Law dan KAMI. Menurutnya itu sah-sah saja keberadaanya dan juga memang diperlukan sesuai prinsip demokrasi. Tentu saja dengan cara kritik sesuai Undang-Undang dan selaras dengan budaya Indonesia.
Menjadi Aneh bin Ajaib , kalau ada tokoh yang sebelumnya tokoh nasional dan aktif di pemerintahan, tetapi setelah diluar kemudian bersikap oposisi menunggangi isu yang sedang trendy misalnya isu kepulangan Habib Rizik Shihab.
Dalam kondisi negara sedang menghadapi ancaman Covid 19 dan perang dagang globaL, para tokoh , pejabat dan kita semua sebaiknya ikut mendinginkan suasana. Lebih bijaksana saling bicara atau dialog karena kita tidak sedang menghadapi Bughot , jangan sebaliknya terus mengipas-ipas seperti membakar sate. K.H As’ad berharap , “tokoh – tokoh didalam dan diluar pemerintahan “ bisa berpikir jernih dan kembali kepada kalimat yang terkandung dalam sila kelima dari Pancasila “ dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
Dia juga sedang prihatin karena beberapa pimpinan dan tokoh NU sedang kurang sehat seperti KH Said Agil Siradj dan KH Hanif Muslih. Untuk itu ia berharap pada kita semua mendoakan mereka biar kembali cepat sembuh, lahuma al fatihah.