Jakarta – Pengawasan pemerintahan merupakan elemen penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Menurut pakar tata kelola pemerintahan, Prof. Dr. Eko Prasojo, “Pengawasan adalah fondasi utama untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. Tanpa pengawasan yang efektif, risiko penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi meningkat secara signifikan”. Namun, di Indonesia, pelaksanaan pengawasan ini masih menghadapi berbagai kendala yang mengakibatkan tata kelola pemerintahan belum maksimal. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dr. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia, yang menyatakan bahwa “Pengawasan internal dan eksternal yang lemah sering kali menjadi penyebab utama dari kegagalan dalam mencapai pemerintahan yang bersih dan efektif”. Tata kelola pemerintahan, baik di instansi pemerintah pusat maupun daerah, belum mencapai standar yang diharapkan. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus korupsi yang masih terjadi dan indikasi bahwa sistem peringatan dini (early warning system) atau sistem pencegahan belum berjalan efektif. Selain itu, jumlah aparat pengawasan yang berlapis-lapis ternyata tidak menjamin pengelolaan pemerintahan menjadi lebih baik.
Meskipun banyak pemerintah daerah telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), masih banyak permasalahan dalam pengelolaan keuangan mereka. Ini mengindikasikan bahwa meskipun ada kepatuhan terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pelaksanaan dan pengawasan keuangan masih belum sepenuhnya efektif dan transparan. Banyak kasus menunjukkan bahwa meskipun laporan keuangan dinilai wajar, masih ditemukan penyimpangan dan korupsi. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Semester II tahun 2023, kualitas penyajian laporan keuangan pada pemerintah daerah menunjukkan peningkatan, dari 89,5% pada tahun 2019 menjadi 91% pada tahun 2022. Pemerintah daerah sering kali harus melayani berbagai pengawas dan pemeriksa dari berbagai instansi, yang menyebabkan energi dan waktu mereka terforsir hanya untuk mempersiapkan bahan-bahan pengawasan. Kondisi ini bisa menjadi bumerang karena aparat pemerintah daerah menjadi lelah dan apatis, yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya pelayanan kepada masyarakat.
“Menurut data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada tahun 2023 terdapat lebih dari 100 kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dan pejabat tinggi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam pengawasan, pelanggaran hukum dan penyalahgunaan kekuasaan masih terjadi secara signifikan. Korupsi yang melibatkan pejabat tinggi menunjukkan bahwa sistem pengawasan yang ada belum mampu menekan praktik koruptif di level atas pemerintahan. Kasus-kasus ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah tetapi juga berdampak negatif terhadap efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Data KPK ini menjadi indikasi kuat bahwa perlu ada perbaikan mendasar dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum untuk memastikan integritas dan akuntabilitas pejabat publik. Pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan independen harus diterapkan untuk meminimalisir peluang terjadinya korupsi dan memastikan bahwa tindakan koruptif dapat dideteksi dan ditindaklanjuti dengan cepat,” ungkap Prof. Dr. Dadang Suwanda., SE., MM., M.Ak., AK. CA Guru besar Manajemen Pemerintahan IPDN. 4/8/24.
Laporan Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah (IPKD) tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya sekitar 60% dari pemerintah daerah yang memenuhi standar minimal pengelolaan keuangan yang baik. Banyak daerah masih mengalami kesulitan dalam pelaporan, penyusunan anggaran, dan penggunaan dana publik secara efektif. Kesulitan ini mencakup ketidakmampuan dalam menyusun anggaran yang realistis dan tepat sasaran, serta kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana publik yang sering kali menyebabkan inefisiensi dan penyalahgunaan anggaran. Selain itu, rendahnya kapasitas sumber daya manusia di bidang keuangan daerah juga menjadi faktor penghambat utama dalam mencapai pengelolaan keuangan yang optimal. Tantangan-tantangan ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas dan kompetensi aparatur keuangan daerah, serta penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal untuk memastikan bahwa pengelolaan keuangan daerah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Pengawasan terhadap pemerintahan yang masih belum baik memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terpadu. Ini berarti perlu adanya kerjasama antara berbagai lembaga pengawas, baik internal maupun eksternal, untuk memastikan bahwa setiap aspek pengelolaan pemerintahan diawasi secara menyeluruh. Kolaborasi ini harus mencakup Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta lembaga pengawas lainnya, yang bekerja secara sinergis untuk menutup celah-celah pengawasan yang ada.
Dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada, seperti kurangnya transparansi, ketidakmampuan dalam penyusunan anggaran, dan penyalahgunaan kekuasaan, serta memahami data dan kondisi yang sebenarnya di lapangan, strategi pengawasan dapat disusun secara lebih efektif. Langkah pertama adalah melakukan audit komprehensif yang melibatkan berbagai pihak untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai masalah yang dihadapi.
Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang pengawasan sangat diperlukan. Pelatihan dan pendidikan terus-menerus bagi auditor dan pengawas untuk meningkatkan kompetensi dan integritas mereka harus menjadi prioritas. Penggunaan teknologi informasi dan sistem informasi manajemen yang canggih juga dapat membantu dalam memantau dan mengawasi kegiatan pemerintahan secara real-time, sehingga dapat mengurangi peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang. Peningkatan transparansi dan partisipasi publik juga merupakan elemen penting dalam pengawasan yang efektif. Pemerintah harus menyediakan akses yang lebih besar kepada publik terhadap informasi terkait pengelolaan keuangan dan kegiatan pemerintahan lainnya. Ini tidak hanya meningkatkan akuntabilitas, tetapi juga memungkinkan masyarakat untuk turut serta dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Kerjasama internasional juga bisa menjadi bagian dari pendekatan terpadu ini. Mengadopsi praktik-praktik terbaik dari negara-negara yang telah berhasil dalam memperkuat sistem pengawasan pemerintah mereka dapat memberikan wawasan berharga. Pertukaran informasi dan pengalaman dengan lembaga-lembaga pengawas dari negara lain dapat memperkaya pengetahuan dan metode yang digunakan dalam pengawasan di Indonesia. Dengan pendekatan yang komprehensif dan terpadu ini, diharapkan tata kelola pemerintahan dapat menjadi lebih baik, yang pada akhirnya akan menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, tetapi juga akan mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Analisis data yang akurat dan pemahaman mendalam mengenai konteks lokal sangat penting dalam merancang intervensi yang tepat. Penguatan kapasitas pengawas, penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan transparansi, serta penerapan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran merupakan bagian dari pendekatan terpadu ini. Diharapkan, dengan langkah-langkah tersebut, tata kelola pemerintahan dapat menjadi lebih baik dan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Selain itu, keterlibatan masyarakat dan organisasi sipil dalam proses pengawasan juga harus ditingkatkan, karena partisipasi publik dapat menjadi alat penting untuk mengawasi dan menekan praktik-praktik koruptif. Dengan pendekatan yang holistik dan melibatkan berbagai pihak, sistem pengawasan diharapkan tidak hanya menjadi lebih efektif dalam mendeteksi dan mencegah penyimpangan, tetapi juga dalam membangun budaya pemerintahan yang berintegritas tinggi.