Jakarta, Nasionalnews.co.id – Alam semesta dengan ecosistemnya merupakan anugrah Tuhan kepada umat manusia yang sangat berharga. Tapi sayang manusia dengan ambisinya telah banyak merusak alam terutama bumi sebagai tempat tinggal. Dampak dari ambisi dan ulah manusia itulah terjadi pemanasan global.
KH. As’ad Said Ali, mantan wakil badan inteljen negara, mengatakan bahwa beberapa hari terakhir ini air bah melanda banyak daerah di negara kita dan tingkat kerusakan dan korban yang ditimbulkan juga semakin besar. Para ahli menduga faktor yang menyebabkannya selain tingkat curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya, juga kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia.
Dipantai utara Jawa sering terjadi rob atau air laut naik ke darat dan diikuti turunnya garis pantai. Curah hujan yang tinggi dan turunnya garis pantai terkait erat dengan apa yang dikenal dengan “ pemanasan global”. Dan menurut para ahli, faktor penyebab utama adalah pembakaran fosil untuk kegiatan ekonomi seperti bensin dan batu bara serta menurunnya luas hutan alam.
Jelas kiranya banjir dan pemanasan global merupakan hasil perusakan alam yang dilakukan oleh manusia. Dalam Mu’tamar NU di Yogya pada 1989, soal pemanasan global ini mulai dibahas dalam forum bahsul masail. Meski belum menjadi rekomendasi tetapi sejak dini para ulama sudah menyadari urgensi nya. Dan masalah ini sekarang menjadi masalah dunia”.
Seperti firman Allah swt dalam surat Ar Ruum ayat 41 memerintahkan manusia untuk tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan lebih lanjut Quran Surat Asy Syura 30 tertulis bahwa musibah ( misalnya banjir dan garis pantai yang turun ) akan menimpa manusia karena perbuatannya.
Mungkin juga Covid 19 pada 2020 yang didahului SARS pada 2002 , juga merupakan dampak dari pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim yang berpengaruh terhadap flora dan fauna termasuk virus. Pusat es abadi di kutub utara dan gunung Everest meleleh mengakibatkan air laut pasang.
“Nafsu serakah manusia dalam mengeksploitasi bumi dan isinya dengan tanpa memperhitungkan keseimbangan ecosistemnya, menjadi mimpi buruk umat manusia. Tidakkah sudah saatnya bagi kita untuk mengkaji lebih mendalam dan mulai melakukan aksi semampu kita sesuai dengan kepekaan para pendahulu kita pada muktamar NU 1989,” harap KH. As’ad, Senin, 8/2/2021.