KH. As’ad Said Ali, mantan wakil Badan Inteljen Negara (BIN) dan juga mantan wakil Pengurus Besar Nahdlotul Ulama (PBNU) memgatakan bahwa, UUD 1945 yang mengalami amandemen empat kali dinilai tidak berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Pasalnya ditemukan inkonsistensi, kontradiksi, dan ketidakselarasan antar-pasal dan ayat dalam undang-undang tersebut. Akibatnya, negara terjebak pada kekuasaan oligarki, praktik penyelenggaraan negara lebih berorientasi pada demokrasi dan hukum, namun mengabaikan pembangunan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama yang merupakan cita-cita kemerdeka Indonesia.
Ia melanjutkan, amandemen UUD 1945 yang mengatur tentang Negara Hukum, Tujuan Negara, dan Demokrasi, tidak menunjukkan adanya hubungan yang koheren dengan nilai-nilai cita hukum yang terkandung dalam esensi nilai-nilai Pancasila. “Hasil penjabaran dari amandemen UUD lebih memprioritaskan aspek politik dan hukum sementara tujuan negara welfare state (negara kesejahteraan) tidak dijadikan prioritas,” tegasnya.
KH. As’ad Said Ali mencontohkan beberapa pasal UUD 1945 misalnya, ayat 4 pada pasal 33 yang mengatur perekonomian Indonesia bertentangan dengan tiga ayat sebelumnya. “Yang intinya menyebutkan demokrasi ekonomi dan dalam prakteknya diterapkan ekonomi liberal. Pasal ini tidak koheren dengan pembukaan UUD 1945, Pancasila dan Pasal 1 UUD 1945,” katanya.
Pasal lainnya, seperti Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik, lalu pada ayat 2 Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Namun berdasarkan sistem demokrasi hasil amandemen, kekuasaan eksekutif dan legislatif, menunjukkan representasi kekuasaan rakyat berhenti pada presiden, DPR dan DPD.
jika kedaulatan rakyat berhenti pada presiden dan DPR maka tujuan negara tentang kesejahteraan sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila akan mustahil terwujud.
Selain itu pada pasal 22E UUD 1945 yang mengatur tentang pemilihan Umum juga menunjukkan kontradiksi, dimana proses demokrasi berprinsip liberalisme-individualisme, karena semua dilaksanakan secara langsung berdasarkan pada prinsip matematis tanpa memberi ruang musyawarah dan mufakat.
Dampak dari demokrasi yang liberal membuat High Cost Politik, karena money politik tak bisa terhindarkan. Sistem demokrasi liberal akan mengahasilkan kualitas parlemen yang rendah dan pada akhirnya akan membuat kinerja parlemen tidak efektif
“Sebelum amandemen MPR merupakan representasi kekuasaan dan kedaulatan, dengan hasil amandemen UUD tugas MPR hanya praksis melantik Presiden dan Wakil Presiden saja, Struktur kekuasaan negara yang ada saat ini, MPR itu ibarat macan ompong. Setelah tugasnya melantik, kemudian stagnan selama 5 tahun,” ujar KH. As’ad Said Ali..
Dia berharap, Parlemen jangan diisi hanya oleh perwakilan partai politik dan Dewan Perwakilan Daerah saja. Jadi selain perwakilan dari partai dan dewan perwakilan Daerah, parlemen harus ditambah dengan utusan golongan seperti golongan intlektual, ulama, wakil dari kerajaan sehingga parlemen benar-benar merupakan representasi dari seluruh komponen bangsa.
KH. As’ad Said Ali, menilai hasil pemikiran amandemen UUD 1945 saat ini jauh menyimpang pada nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, titik pangkal persoalan ada pada perilaku elit negara yang tidak bersikap negarawan. “saat Amandemen UUD itu, ada euforia kebebasan begitu besar setelah dikekang oleh rezim otoriter orde baru. Akibatnya dari Amandemen ke 4 kali itu tidak sehat, sarat emosional,” ujarnya.
Akibatnya banyak peraturan perundang-undangan yang dihasilkan hanya menyesuaikan pada kepentingan partai, kelompok, dan tidak jarang mencomot ideologi asing.
KH. As’ad Said Ali, menjelaskan bahwa Pancasila digali dari akar budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu arah pembangunan bangsa tidak boleh menyimpang dari Pancasila. Bila pembangunan bangsa sudah menyimpang dari Pancasila yang merupakan akar budaya bangsa, maka lambat laun bangsa Indonesia akan hancur.
Seperti marxisme yang ditetapkan di soviet akhinya menggerus budaya lokal soviet dan soviet hancur berantakan pada tahun 1990
Contoh lain negara China, pada tahun 1966 juga gagal ketika menerapkan marxisme dan maoisme dengan mengabekan budaya lokal
Kemudian naik Deng Xiaoping yang menerapkan marxisme dengan budaya lokal, maka china sukses besar dan hari ini menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia setelah Amerika.
Untuk meluruskan kembali UUD 1945, sehingga selaras dengan Pancasila, dan tidak mengabaikan budaya lokal dalam membangunan bangsa, KH. As’ad Said Ali mengusulkan agar dilakukan amandemen UUD 1945 ke 5 dengan segera. (Sn)