JAKARATA, – Sekelompok orang yang mengatasnamakan “ sejarawan, pegiat seni, pendidik, akademisi, budayawan dan aktivis”, mengeluarkan deklarasi “ menuntut negara menulis ulang sejarah”.
As’ad Said Ali, pernah menajabat sebagai Waka-BIN (Badan intelijen negara) yang Ahli dalam intelijen mejelaskan bahwa, deklarasi tersebut merupakan reaksi terhadap rekomendasi PPHAM ( Tim Penyelesaian Non- Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu ).
“Pada intinya mereka meminta negara mengungkapkan kebenaran dan meminta maaf serta melakukan “penulisan ulang sejarah tentang peristiwa G – 30 S / PKI”, ungkap As’ad kepada rekan media, Kamis (32/8/23).
Ditegaskan kembal pria asal kudus yang juga tokoh bangsa, dengan kata lain mereka mengingkari bahwa PKI yang melakukan pemberontakan dan sebaliknya menimpalkan kesalahan kepada pihak lain.
“Deklarasi tersebut kami anggap sebagai kelanjutan dari kegiatan seperti yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 / 1966 (YPKP 65 ) , Bedjo Untung. Sebagai pihak yang pernah mengalami kekejaman dan kebrutalan PKI dan antek anteknya pada 1962 – 1965, kami sebagai eksponen NU telah mengantisipasi bahwa suatu saat eks PKI dan simpatisannys akan mencari celah untuk mempersoalkan kasus 1965 kembali,” jelasnya.
Ketika masih aktif sebagai Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kami menerbitkan buku kecil berjudul “ Menghadapi Manuver Neo- Komunis”. pada 2015. Buku tersebut disusun oleh KH. Abdul Mun’im DZ dan saya menulis kata pengantar. Pengarah ; KH.A.Chalid Mawardi dan KH Mashuri Malik. Konsultan : Dr Ihsan Malik ( UI ), Dr Hermawan Sulistiyo , Peneliti ; Drs H,Enceng Shobirin, Dr Al Zastro NG, Drs Adnan Anwar, Drs H. Lilis N Husna, Drs H Yahya Ma’shum, Drs Amir Ma’ruf dan A Khoirul Anam MH ; manajemen ; Drs H Anis Ilahi Wahdati, Ir H, Bambang Yasmadi dan H, Agus Salim Thoyyib MM.
Dalam kata pengantar buku tersebut dikemukakan bahwa ideologi Marxisme – Leninisme yang ateis bertentangan dengan Pancasila yang relijius. Secara politik PKI melancarkan agitasi- propaganda yang mengacaukan sistem politik nasional, sementara Pancasila mengajarkan harmoni. Secara historis PKI telah berulangkali melakukan pemberontakan berdarah…. pertama pada tahun 1945 PKI melakukan pemberontakan berdarah di sepanjang pantura.
Kedua, pada tahun 1948 PKI melakukan pemberontakan madiun ; ketiga pada 1965 sekali lagi PKI melakukan pemberontakan yang didahului agitasi disertai perampasan hak milik sejak awal 1960 an ( keluarga saya pernah mengalaminya seperti saya tulis di situs ini pada 7 Agustus 2023.).
Pada halaman 123 tentang “ Sikap NU” terhadap isu bangkitnya PKI sangat jelas dan lugas sbb ;
1. Bahwa PKI akan terus berusaha mengaburkan sejarah pemberontakan PKi 1965, melalui gerakan yang bersifat nasional dan internasional , termasuk mendesak pemerintah untuk menulis ulang sejarah peristiwa 1965, ( sekarang sudah terbukti bukti ).
2. Pada hal 124 , sikap NU dalam menyikapi peristiwa yg terkait dengan G – 30 – PKI sangat jelas NU tidak akan minta maaf pada PKI. Dengan demikian NU mencegah agar pemerintah juga tidak minta maaf pada PKI. NU mendasarkan sikap tegas tersebut karena NU membela negara dan sekali gus agama.
3. Tertulis pada hal 124 juga, NU menolak tuntutan hak PKI untuk hidup kembali atas dasar ideologis, pertama ;PKI bertentangan dengan Pancasila,kedua ;mengajarkan pertentangan kelas.
ketiga ; PKI melakukan politik agitasi /propaganda, keempat , secara historis selalu melakukan kerusuhan , penculikan, teror dan juga pembantaian serta pemberontakan.
4. Bagi NU, setelah hukuman sesuai Mahmilub ,pembuangan dan pengasingan serta setelah selesai mereka menjalani hukumannya dan bebas, maka bagi NU, persoalan 1965 telah selesai. Tidak boleh dibongkar lagi atas nama apapun, karena itu akan mengganggu kerukunan nasional, termasuk akan mengganggu ketenteraman warga eks PKI.
5, Rekonsiliasi politik yang didahului dengan pengadilan dan pembongkaran kuburah harus ditolak, sebab cara yang ditawarkan lembaga internasional itu bermaksud menyalahkan pemerintah dan NU serta Ormas Islam lainnya. Usulan internasionsl tersebut akan mengakibatkan terjadinya pertikaian yang luas. Sebaliknya NU sepakat untuk melanjutkan rekonsiliasi alami yang telah dirintis sejak tahun 1966, yang terbukti telah berhasil melakukan pemulihan mental, menciptakan kerukunan dan membangun persatuan yang memuaskan semua pihak tanpa gejolak.
6, Perlu diingat oleh mereka yang mengaku sebagai pewaris PKI bahwa dendam dalam keadaan apapun tidaklah bisa dijadikan dasar pembangunan Indonesia kedepan, karena akan mengundang terjadinya permusuhan yang berlarut larut.
7. Dengan demikian NU mengingatkan pada semua kelompok non PKI dan simpatisan PKI agar tidak menggunakan isu PKI sebagai komoditas politik , sebab cara seperti itu kontra produktif, tidak hanya bagi orang yang memainkan isu tsb, tetapi juga bisa menjadi malapetaka bagi pewaris PKI sendiri dan ketidak nyamanan bagi mereka yang anti PKI.
“Disamping itu penggunaan isu PKI akan memancing bangkitnya “Kelompok Islam Radikal” serta merugikan kepentingan bangsa karena akan terus diseret guna memikirkan masa lalu yang telah usai, padahal tantangan dan peluang kedepan sangat besar,” tutup As’ad yang pernah menjabat sebagai wakil ketua umum PBNU.
(Red-03)