KORUPSI, PUASA  DAN BUDAYA MALU.

Jakarta, Nasionalnews-Pemberantasan korupsi telah mulai sejak era Presiden Soekarno dan bahkan sejak era Presiden Megawati, Indonesia memiliki KPK. Tetapi nyatanya korupsi tetap menjadi penyakit bengis yang tidak kalah bengisnya dengan Corona. Kerusakannya mencapai ketahap yang serius.

“Dari aspek agama, korupsi terjadi karena hilangnya ‘budaya malu’ dalam diri manusia terhadap lingkungan budaya dan kepada Tuhannya. Quran surat Al Qomar ayat 52  memperingatkan “ Dan segala yang mereka perbuat tercatat dalam buku catatan”.jelas KH. As’ad Said Ali, mantan Wakil.Ketua PBNU, Rabu, 5/5/2021.

Ia melanjutkan, Nafsu konsumerisme dalam era globalisasi telah merasuki otak manusia, berlomba hidup mewah menjauhi cara hidup qonaah atau sederhana. Pengaruh materialisme Barat merusak rohani manusia. Ancaman hukuman mati yang diterapkan disejumlah negara tidak bisa mencegahnya.

Sistem politik negara menjadi salah satu faktor penyebab utama, biaya politik yang mahal. Mungkin kita memerlukan sistem pemungutan suara yang cepat seperti di negara lain, toh teknologi pendukung tersedia. Perlu penyederhanaan sistem kepartaian, sebab makin banyak pertai sama dengan menjadikan sistem politik yang boros.

“KPK tetap menjadi harapan dan ujung tombak pemberantasan korupsi yang tidak pandang bulu. Dan hal itu tidak akan terwujud tanpa adanya komitmen politik yang kuat dari penyelenggara negara dan kesadaran masyarakat khususnya ‘komitmen terhadap budaya malu’.  Puasa menjadi menahan diri dari syahwat untuk melakukan korupsi,  berlaku untuk siapa saja, bukan hanya prnyelenggara negara,” pungkasnya