MASA DEPAN AFGANISTAN  ???

JAKARTA, Nasionalnews.co.id – Taliban kembali berkuasa di Afganistan setelah kehilangan kekuasaan diserbu oleh pasukan AS dan NATO pada 2001.

Taliban yang ketika itu dipimpin Mullah Umar dituduh tidak kooperatif menyerahkan Osama Bin Ladin setelah peledakan WTC sept 2001.

Padahal pemerintah “Imarah Islam Afganistan” dalam perundingan dengan Amerika Serikat bersedia menyerahkan OBL dg syarat diadili lebih dahulu oleh pengadilan netral.

Mullah Baradar merupakan salah satu calon kuat dipilih sebagai kepala eksekutip oleh Mawlawi Akhundzada untuk memimpin Imarah Islam Afganistan.

“Sedangkan kekuasaan tertinggi berada ditangan Dewan Tertinggi Taliban yang terdiri dari para ulama atau semacam Ahlu Al Khali Wal Akdi dan dipimpin oleh Akhundzada.Taliban isyaratkan untuk menghormati HAM dan membebaskan wanita untuk bekerja,”ujar As’ad Said Ali dalam keterangan tertulis kepada Nasionalnews.co.id Selasa (17/8/21).

Lebih lanjut di tegaskan, oleh mantan Waka BIN,Sebelum Kabul jatuh, Mullah Baradar berkunjung ke RRC berunding dengan para pemimpin negara tersebut.Diduga Taliban memilih menjalin hubungan lebih dekat dengan RRC baik hubungan politik maupun ekonomi. Masalah Uighur menjadi bargaining power dimana Afganistan yang berbatasan dengan propinsi Xinjiang ( Uighur ) menjadi kunci kendali terhadap tuntutan separatisme.

Amerika Serikat dan Rusia, keduanya pernah menduduki Afganistan tidak menjadi prioritas. Afganistan dengan kekayaan tambang mineral yang melimpah, memerlukan investasi dan teknologi asing dan RRC yang berbatasan langsung tampaknya menjadi pilihan utama. Separatisme di Xinjiang menjadi agenda selanjutnya antara RRC dengan Rezim Afganistan yang baru.

Taliban memerlukan legitimasi internasional sehinga memerlukan dukungan dari negara muslim lainnya dan dalam hal ini menyebut 4 negara sebagai prioritas yaitu Indonesia, Arab Saudi, Iran dan Turki. Turki penting terkait soal Uighur yang keduanya mempunyai hubungan suku dan budaya.

Sedangkan iran, selain dalam konteks merangkul suku Hazara  yang memeluk Islam Shiah , juga dalam konteks ekonomi untuk akses ke Samudera Hindia via pelabuhan peti kemas Chabahar yang sedang dibangun oleh Iran.

Saudi Arabia juga penting bagi Afganistan terutama bantuan ekonomi. Indonesia dianggap sbg negara muslim sunni moderat yang berpengalaman mengelola persatuan nasional ditengah beragam suku bangsa dan potensi ekonominya besar. Pakistan yg berbatasan langsung tidak termasuk empat negara diatas , mungkin terkait persengketaan wilayah “ Duran line” yang diklaim Pakistan sejak kemerdekaannya.

Memenangkan perang lebih mudah dibanding membangun kembali persatuan bangsa. Tantangan yang dihadapi oleh Afganistan mendatang adalah memulihkan keamanan dan ketertiban serta rekonsiliasi nasional serta pengakuan dunia.

Hal itu tergantung bagaimana Rezim Afganistan mengakomodasikan  fraksi Haqqani dan Mullah Rasul yg pada masa lalu menjadi saingan dan sikap terhadap eksistensi elemen ISIS dan Al Qaeda. Tanpa stabilitas keamanan, pemulihan ekonomi tidak mungkin dilakukan.

“Sebagai catatan Imarah Islam Afganistan berbeda dengan khilafah ala ISIS, karena tidak menganggap sebagai penguasa dunia Islam. Tetapi para pendukung sistem khilafah kemingkinan akan menjadikannya sebagai isu politik untuk membangkitkan perlawanan di negara Islam lainnya,”tutup As’ad yang sudah puluhan tahun berpengalaman di dunia intelijen.(Red/03)