Soal Isu 3 Periode, Ini Pendapat KH. As’ad Said Ali

Jakarta-Nasionalnews.co.id– Hari-hari ini isu “jabatan Presiden 3 periode” menjadi pembicaraan yang liar di ranah publik. Banyak para ahli dan tokoh yang sudah memberikan pendapatnya.

Menurut KH. As’ad Said Ali. Dalam sistem  demokrasi, gagasan apapun bisa disampaikan kepada publik, bahkan gagasan kontroversial sekalipun. Gagasan tentang amandemen UUD untuk memperpanjang periode masa jabatan presiden menjadi 3 kali merupakan gagasan liar karena melawan arus “Reformasi”. Oleh karena itu perlu direspon secara hati- hati dan cerdas sebelum mengambil keputusan.

“Pengalaman dua kali perpanjangan periode masa jabatan pada masa lalu berakhir tragis, dua presiden jatuh. Suara-suara yang menolak kala itu sayup sayup tidak didengar, kalah gegap gempita oleh sanjungan semu. Ketika sedang bergulir usulan perpanjangan masa jabatan era Bung Karno, banyak kaum intelektuil yang mengingatkan beliau. DR Tolhan Mansyur, ayahanda Mantan Ketua PPP, Ir M Romahurmuzy dalam  desertasinya di UGM pada 1960  berpendapat bahwa “ masa jabatan presiden menurut UUD 1945 hanya dua periode dan tidak bisa dipilih lagi”.  Pak Harto juga diingatkan oleh para pembantu terdekatnya agar lengser ketika situasi negara kondusif  antara lain oleh jend Yoga Sugama dan Jend Beny. Tetapi peringatan peringatan itu dianggap angin lalu” ujarnya, Selasa,16/03/2021.

Ia melanjutkan, situasi atau keadaan negara ketika usulan itu dikumandangan dulu juga mirip dengan keadaan sekarang dimana negara berada dalam keadaan sulit . Oleh karena itu, menurut pengusung gagasan tersebut, negara memerlukan nakhoda yang sudah berpengalaman. Suatu argumentasi klasik khas produk budaya feodal yang ditolak para pendiri bangsa dalam sidang BPUPKI, dimana dari sekitar 60 anggota, hanya enam yang mendudukung bentuk kerajaan, selebihnya memilih republik.

Sejak mulai memimpin negara, Presiden Joko Widodo bukan hanya menerima kritik konstruktif, tetapi juga oposisi atau kritik yang destruktip mengarah menlijitimasi kekuasaan. Hal itu jelas terlihat dari isu utama yang dilontarkan bernuansa hasutan atau agitatip dengan tema seputar kebangkitan komunis, suatu hal yang paradoks dengan realitas tersingkirnya ideologi tersebut ke pingggir percaturan internasional . Ketika hasutan tidak mempan, tema isu ditambah dengan isu “bendera tauhid” maksudnya untuk menarik simpati umat Islam agar melawan pemerintah sekali gus bertujuan menimbulkan benturan pendapat yang diametral. Dan hasilnya adalah polarisasi politik yang tajam.

“Nah,  ketika  kondisi sosial ekonomi masyarakat rawan akibat wabah covid 19, mereka meluncurkan isu perpanjangan periode jabatan presiden. Mungkin dengan pertimbangan bahwa pandemi covid 19 mulai surut sejak pertengahan tahun ini sesuai statemen Pres AS Joe Biden belum lama ini. Tentu dengan maksud memunculkan isu baru, sebagai antisipasi atas menurunnya isu pandemi dan isu PKI yang mulai redup” jelas KH. As’ad Said Ali.

Mereka berharap polarisasi politik dimasyarakat khususnya di medsos tetap dan bahkan semakin kuat dengan isu baru tersebut. Mungkin mereka juga berharap, mereka yang berada dilingkaran istana mengamini isu- isu yang bernada menyanjung presiden, memanfaatkan mentalitas sisa peninggalan budaya feodalistik, semacam budaya abdi dalem masa lalu “asal bapak senang”. Semoga lingkaran istana tidak terbawa arus, sebaliknya tetap menggunakan akal sehat dan berpegang teguh pada roh atau jiwa pembukaan dan batang tubuh UUD 45.

Ia berpandangan, sebaiknya isu-isu kearah delijitimasi kekuasaan dihentikan dan kita kritisi pemerintah secara konstruktip. Harus diakui bahwa pemerintah telah berhasil membangun sarana dan prasarana pembangunan fisik dan kini mulai membenahi sektor penyediaan pangan. Masih banyak yang harus ditangani khususnya kesenjangan ekonomi yang cukup tinggi. GNI sudah turun dari 42 ke angka 37 tetapi masih jauh dibanding gini rasio pada akhir masa pemerintahan Pak Harto yang berada angka 22. 

“Disamping itu, pembangunan demokrasi sejak Reformasi setelah 5 presiden, dari era Habibi sampai saat ini berjalan relatip lambat dan hal ini menjadi persoalan yang tidak boleh dianggap sepele. Jangan sampai kemunduran demokrasi yang melanda negara tetangga seperti Myanmar, Thailand dan Malaysia mempengaruhi kondisi politik nasional. Kalau diteliti kemunduran demokrasi di negara tetangga tersebut, sebab musababnya bervariasi  mulai dari korupsi, nafsu ingin berkuasa berlebihan baik sipil atau militer dan menonjolnya oligarki , budaya  premordialistik dan kondisi ekonomi nasional yang belum kondusif. Janganlah situasi itu diperburuk dengan isu “perpanjangan masa jabatan presiden “ yang secara indikatif lebih menjurus pada jebakan politik” tegas KH. As’ad Said Ali.

Diberitakan sebelumnya, isu jabatan presiden 3 periode muncul setelah Amien Rais melontarkan dugaannya melalui YouTube Channel Amien Rais Official yang diunggah pukul 20.00 WIB, Sabtu (13/3/2021). Mulanya, Amien mengatakan rezim Jokowi ingin menguasai semua lembaga tinggi yang ada di Indonesia.

“Kemudian yang lebih penting lagi, yang paling berbahaya adalah a yang betul-betul luar biasa skenario dan back-up politik serta keuangannya itu supaya nanti presiden kita Pak Jokowi bisa mencengkeram semua lembaga tinggi negara, terutama DPR, MPR, dan DPD. Tapi juga lembaga tinggi negara lain, kemudian juga bisa melibatkan TNI dan Polri untuk diajak main politik sesuai dengan selera rezim,” ujar Amien.

Amien kemudian menyebut, setelah lembaga negara itu bisa dikuasai, Jokowi akan meminta MPR menggelar sidang istimewa. Salah satu agenda sidang istimewa itu adalah memasukkan pasal masa jabatan presiden hingga tiga periode.

“Jadi sekarang ada semacam publik opini, yang mula-mula samar-samar tapi sekarang makin jelas ke arah mana rezim Jokowi. Jadi mereka akan mengambil langkah pertama meminta sidang istimewa MPR, yang mungkin satu, dua pasal yang katanya perlu diperbaiki yang mana saya juga tidak tahu, tapi kemudian nanti akan ditawarkan baru yang kemudian memberikan hak presidennya itu bisa dipilih tiga kali, nah kalau ini betul-betul keinginan mereka, maka saya kira kita bisa segera mengatakan ya innalillahi wa inna ilaihi rajiun,” ucapnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah angkat bicara soal isu masa jabatan presiden 3 periode. Jokowi menegaskan tidak berminat menjadi presiden selama 3 periode.

“Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode,” kata Jokowi lewat video di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3).

Jokowi mengatakan konstitusi telah mengamanahkan masa jabatan presiden maksimal 2 periode. “Itu yang harus kita jaga bersama-sama,” ujarnya.

Dia juga meminta agar tak ada kegaduhan baru di tengah kondisi pandemi Corona ini. Saat ini, yang terpenting adalah berfokus pada penanganan pandemi.

“Jangan membuat kegaduhan baru, kita saat ini tengah fokus pada penanganan pandemi,” ucap Jokowi.