Opini  

INTEGRASI PEMBELAJARAN AKHLAK DALAM MATA PELAJARAN RUMPUN AGAMA ISLAM

Dalam pendidikan berbasis keagamaan kita mengenal istilah “mata pelajaran rumpun agama”, yaitu: Aqidah Akhlaq, SKI, Fiqih dan Al Qur’an Hadits. Dalam penerapan pembelajarannya hingga saat ini masih terpisah dan saling berdiri sendiri. Lain halnya dengan mata pelajaran umum yang telah terintegrasi ke dalam model pembelajaran tematik. 

Dalam mempelajari mata pelajaran umum kini telah terintegrasi berdasarkan tema-tema tertentu. Satu tema bisa dipakai untuk belajar PPKn, Matematika, Pendidikan Jasmani, Bahasa Indonesia dan Seni Budaya dan Ketrampilan dan lain sebagainya. Lalu bagaimana dengan kemungkinan integrasi pembelajaran akhlak pada mapel rumpun agama? Jawabannya tentu saja bisa dan harusnya lebih mudah.

Integrasi Pembelajaran

Kemungkinan integrasi tersebut sangat rasional, melihat keterkaitan materi pada Mata pelajaran rumpun agama tersebut. Misalnya, materi pelajaran “shalat berjama’ah” dalam mata pelajaran Fiqih dapat diintegrasikan dengan Al Qur’an Hadits. Sebab, dalam materi shalat berjama’ah tersebut terdapat juga mengurai dalil naqli yang berasal dari Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selain itu terkait etika shalat berjam’ah dapat dimasukkan ke dalam materi akhlak yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelajaran Aqidah Akhlak.

Dalil tentang shalat berjama’ah tertera dalam Qur’an Surat Al Baqarah  43 yakni “dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku”.  Sebagian ulama menafsiri kalimat “ruku’lah bersama-sama orang yang ruku” merupakah perintah shalat berjama’ah. Bahkan ada sejumlah ulama menjadikan ayat tersebut sebagai hujjah untuk mewajibkan shalat berjama’ah.

Selain dalil Al Qur’an, terdapat hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Nafi’ dari Abdulah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Shalat jemaah itu melebihi shalat sendirian dengan 27 derajat”. Dalam hadits lain yang juga diriwatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan “Jika imam mengucapkan ‘Ghoiril maghdhubi ‘alaihim waladhdholliin’, maka ucapkan ‘amin’, karena sesungguhnya siapa yang mengucapkan amin bersamaan dengan ucapan malaikat maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,”.

Dengan mengekasplorasi dalil Al Qur’an dan Hadits tentang shalat berjam’ah, maka dengan sendirinya telah mempelajari materi Al Qur’an Hadits. Disinilah integrasi antar mata pelajaran yang dimaksud. Lalu bagaimana dengan keterkaitan akhlak melalui pembelajaran tersebut? Untuk mengaitkannya, maka perlu penambahan materi etika-etika shalat jama’ah. 

Adapun etika-etika shalat berjama’ah di masjid adalah sebagai berikut: (1) memakai pakaian yang bagus. (2) berwudlu dari rumah, (3) membaca Do’a ketika keluar rumah, (4) berdo’a ketika masuk masjid, (5) Tidak Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat, (6) Melaksanakan Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk, (7) Menghadap Sutrah Ketika Shalat, (8) Menjawab Panggilan Adzan, (9) Tidak Keluar dari Masjid Tanpa Udzur, (10) Memanfaatkan Waktu Antara Adzan dan Iqomah, (11) Raihlah Shaf yang Utama, (12) Merapikan Barisan Shalat, (13) Jangan Mendahului Gerakan Imam, dan (14) Berdoa Ketika Keluar Masjid.

Selain eksplorasi dalil-dalil naqli dan etika-etika shalat jama’ah juga dapat dikaitkan dengan sejarah Islam tentang pelaksanaan shalat jamaah pada masa Nabi Muhammad SAW. Dalam buku Fikih Manhaj Imam Syafii dijelaskan, Nabi Muhammad SAW baru melaksanakan sholat berjamaah setelah melakukan hijrah ke Madinah. Selama 13 tahun tinggal di Makkah, beliau sholat tidak berjamaah. Sebab pada fase dakwah di Makkah, para sahabat masih banyak tertindas sehingga mereka hanya bisa sholat di rumah saja. Maka begitu hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad pun selalu melaksanakan sholat berjamaah.

Contoh lain yakni terkait materi puasa dalam mata pelajaran Fiqih. Dalam pembelajarannya juga dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran Al Qur’an Hadits dengan mengeksplorasi dali-dalil dari Al Qur’an dan Hadits. Selanjutnya,  dikemukakan juga etika-etika orang yang berpuasa serta sejarah perintah puasa di masa Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan uraan di atas, dapat dipahami bahwa sangat mungkin dilakukan integrasi pembelajaran mata pelajaran Al Qur’an Hadits, Fiqih, SKI dan Aqidah akhlak berdasarkan tema-tema tertentu. Meskipun demikian, dalam prakteknya, sangat dimungkinkan muncul kendala-kendala dalam proses pembelajarannya. 

Kendala dan Solusinya

Dalam proses integrasi tersebut, memunculkan kendala-kendala dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran mata pelajaran umum yang telah terintegrasi kepada model pembelajaran tematik hingga saat ini masih banyak kendala yang dihadapi. Baik peserta didik ataupun guru sama gagap dalam model pembelajaran tematik. Sebab, telah berpuluh-puluh tahun lamanya terbiasa dengan model pembelajaran berbasis mata pelajaran.

Tak terkecuali dengan integrasi mata pelajaran agama di madrasah-madrasah, kendalanya kurang lebih sama. Selain faktor peserta didik dan guru yang terlihat belum siap dengan integrasi tersebut, juga faktor seputar materi mana saja yang memungkinkan pelaksanaan integrasi tersebut. Tentunya hal tersebut tidak bisa diselesaikan sendiri oleh guru dan kepala madrasah sebagai ujung tombak pendidikan. 

Perlunya keterlibatan banyak pihak terkait hal tersebut menjadi solusi atas semua permasalahan.  Meskipun, tidak semua dapat dipecahkan, sinergi beberapa pihak dapat meringankan kendala-kendala yang dihadapi. Selain itu yang tak kalah pentingnya ialah pengadaan sarana dan prasarana seperti pengadaan buku, kurikurikulum dan bahan ajar lainnya yang menunjang keberhasilan proses pendidikan.

Penulis: Baridatul Maghfiroh, S.Pd  (Guru MI Ma’arif 02 Pahonjean)