Kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat merupakan tujuan hidup semua mansia. Keinginan akan hal tersebut terefleksi melalui doa yang sering kita dengar, salah satunya ialah do’a sapu jagad: rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘adzabannar (ya Tuhan kami berikanlah kami kebaikan (kebahagiaan) di dunia dan akherat serta lindungilah kami dari siksa api neraka.
Tentunya untuk memperoleh hal tersebut, tidak cukup hanya dengan do’a. Sebagai manusia kita dibekali akal untuk memilih hal yang baik dan buruk. Dengan kata lain kebahagiaan tersebut perlu diupayakan dengan upaya lahiriah. Pada tataran upaya untuk mencapai hal tersebut diperlukan sebuah upaya pendidikan akhlak.
Konsep Pendidikan Akhlak
Beragam pandangan tentang definisi pendidikan akhlak. Secara garis besar pandangan-pandangan tentang pendidikan akhlak tersebut tidak jauh berbeda, yakni bahwa Pendidikan akhlak adalah usaha sadar yang terencana dan terarah untuk membimbing dan mengarahkan seseorang untuk mencapai pribadi yang mulia dan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan.
Ibnu Miskawaih menetapkan tujuan utama dari pendidikan akhlak kebahagiaan hidup merupakan. Dalam mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya pembelajaran tentang akhlak yang kini kita kenal dengan istilah “pendidikan akhlak”. Dalam penerapan pendidikan akhlak ini, Miskawaih menginginkan agar unsur-unsur manusiawi mendapat materi pendidkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selain itu, Ibnu Miskawaih juga menekankan materi pendidikan yang diajaran semuanya harus menekankan pentingnya pengabdian manusia kepada Allah (‘abid). Hal tersebut sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia yakni sebagai hamba (Q.S Ad Dzariyah : 56). Sebagai hamba, manusia tentunya
Selain itu, Ibnu Maskawaih menyebutkan tiga hal pokok yang dapat dipahami sebagai materi pendidikan akhlak yaitu : (1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan manusia, (2) hal-hal yang wajib bagi jiwa, (3) hal-hal yang wajib dalam hubungannya dengan sesama manusia. Dari ketiga pokok materi tersebut di atas, secara garis besar Maskawaih mengelompokkan lagi menjadi dua bagian: pertama, ilmu-ilmu yang berkaiatan dengan pemikiran yang disebut al-ulum alfikriah, dan kedua ilmu-ilmu yang berkaiatan dengan indera yang disebut dengan al-ulum al-bissiyat.
Khusus untuk materi pendidikan akhlak yang wajib dipelajari sesuai dengan kebutuhan manusia adalah shalat, puasa dan sa‟i. Memang tidak ada penjelasan rinci dari Miskawaih tentang ketiga hal ini, karena semua orang akan mampu menangkap maksud dan tujuan ketiga ilmu tersebut. Gerakan-gerakan shalat secara teratur yang paling sedikit dilakukan lima kali sehari seperti mengangkat tangan, berdiri, ruku, dan sujudmemang memiliki unsur olah tubuh. Shalat sebagai jenis olah tubuh akan dapat dirasakan dan disadari sebagai gerak badan dalam berdiri, rukuk dan sujud dilakukan dalam durasi yang agak lama.
Pendidikan Akhlak dan Kebahagiaan Hidup
Sebagaimana telah disinggung di depan, manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi ini bukanlah untuk main-main, atau tanpa tanpa arah dan tujuan. Namun, manusia yang merupakan bagian dari alam semesta ini diciptakan untuk suatu tujuan, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya adalah sebagai hamba Allah yang bertugas mengabdi kepada-Nya. Kedudukan ini berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia di hadapan Allah sebagai penciptanya. Akan tetapi, Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil.
Sebagai hamba (‘abid) manusia memiliki tanggung jawab kepada Allah dan kepada mahluk lainnya. Tanggung jawab kepada Allah adalah tanggung jawab tertinggi dari eksistensi manusia yang beragama. Sebab tujuan utama dari beragama adalah untuk mengabdi kepada Tuhan. Manusia yang memiliki nilai tanggung jawab yang kuat kepada Tuhannya akan memberikan efek positif kepada bentuk tanggung jawab lainnya (kepada makhluk).
Ibadah yang dilakukan oleh manusia terhadap Allah, mencakup ibadah dalam bentuk umum maupun khusus. Ibadah dalam bentuk umum ialah melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah, sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul, mencakup segala macam perbuatan, tindakan dan sikap manusia dalam hidup sehari-hari. Sedangkan ibadah dalam bentuk khusus (mahdah) yaitu berbagai macam pengabdian kepada Allah yang bentuk dan cara melakukannya sesuai dengan ketentuan yang telah disyariatkan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Manusia sebagai hamba Allah (‘abd) adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah, kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia dikaruniai akal untuk berfikir dan menimbang baik-buruk, benar-salah, juga terpuji-tercela, sedangkan makhluk lainnya tidaklah memperoleh kelebihan seperti halnya yang ada pada manusia. Namun, walaupun manusia memiliki kelebihan dan kemulian itu tidaklah bersifat abadi, tergantung pada sikap dan perbuatannya. Jika manusia memiliki amal saleh dan berakhlak mahmudah (yang baik), maka akan dipandang mulia disisi Allah dan manusia yang lain, tapi jika sebaliknya, manusia tersebut membuat kerusakan dan berakhlak mazmumah (yang jahat), maka predikat kemuliannya turun ke tingkat yang paling rendah dan bahkan lebih rendah dari hewan.
Berdasarkan uraian di atas, pendidikan akhlak erat kaitannya dengan kebahagiaan hidup sebab akhlak atau perilaku baik dan buruk memiliki konsekuensi pahala dan dosa. Dengan kata lain manusia yang memiliki perilaku baik kepada sang Pencipta (khaliq) ataupun kepada yang diciptakan (makhluq) akan mendapatkan balasan atas apa yang dilakukan. Manusia yang berakhlaq baik di dunia akan mendapatkan ketentraman, lebih-lebih di akherat. Demikian juga sebaliknya, bagi mereka yang memiliki akhlak yang buruk tidak akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akherat.
Penulis : Mashudi S.Pd.I (Guru MTs Ma’arif NU 01 Sidareja Kab. Cilacap)
Editor : Samani, S.Sos.I