Opini  

Sinergisitas Kebijakan Desentralisasi Fiskal Pusat dan Daerah

Prof. Dr. Dadang Suwanda., SE., MM., M.Ak., AK. CA
Guru Besar Manajemen Pemerintahan IPDN

Desentralisasi fiskal merupakan kebijakan kunci dalam memperkuat otonomi daerah, memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya keuangan mereka sendiri guna mendukung pembangunan lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki kapasitas untuk menentukan prioritas belanja dan investasi sesuai kebutuhan spesifik wilayah mereka, memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efisien dan responsif terhadap kondisi lokal.

Dalam konteks pembangunan infrastruktur, pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana untuk pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya yang mendukung aktivitas ekonomi lokal. Mereka juga dapat mengembangkan program sosial untuk meningkatkan kualitas hidup warga, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Data menunjukkan bahwa daerah yang berhasil mengimplementasikan desentralisasi fiskal dengan baik mengalami peningkatan signifikan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Kebijakan ini juga mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi. Dengan penguatan local taxing power, pemerintah daerah dapat mengembangkan sistem perpajakan yang lebih efisien dan adil. Implementasi teknologi seperti Tapping Box untuk merekam transaksi di sektor restoran dan hiburan telah terbukti meningkatkan penerimaan pajak daerah hingga 20% di beberapa kota besar.

Dalam kerangka Perjanjian Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Pusat dan Pajak Daerah (PKS OP4D), sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam berbagi data perpajakan juga menunjukkan hasil positif. Data dari Direktorat Jenderal Pajak mencatat bahwa kerja sama ini membantu beberapa pemerintah kota mencatatkan peningkatan penerimaan pajak yang signifikan, seperti potensi penerimaan sebesar Rp6,2 miliar dengan realisasi mencapai Rp3,9 miliar setelah konfirmasi atas selisih omzet pajak pusat dan daerah.

Secara keseluruhan, desentralisasi fiskal memperkuat kapasitas keuangan daerah dan mendorong akuntabilitas serta transparansi dalam pengelolaan keuangan publik. Pemerintah daerah yang memiliki kewenangan lebih besar dalam mengatur keuangan mereka cenderung lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan dana publik, karena harus langsung mempertanggungjawabkan hasil kebijakan mereka kepada warga setempat. Hal ini berkontribusi pada peningkatan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Penguatan kapasitas perpajakan lokal, yang memungkinkan pemerintah daerah memungut pajak sebagai sumber PAD, menjadi fokus dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Hal ini memberikan kemandirian finansial kepada pemerintah daerah, memungkinkan mereka mengelola pendapatan sendiri dan tidak bergantung sepenuhnya pada transfer dari pemerintah pusat. Dengan kemampuan memungut pajak dan retribusi, pemerintah daerah dapat lebih fleksibel dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan sesuai kebutuhan lokal.

UU HKPD memperkenalkan mekanisme untuk mengoptimalkan pemungutan PDRD, termasuk penetapan tarif pajak yang lebih rasional dan adil, serta penyederhanaan prosedur administrasi perpajakan. Pemerintah pusat juga mendorong penggunaan teknologi informasi dalam pengelolaan perpajakan daerah. Misalnya, implementasi sistem e-tax dan aplikasi perekaman transaksi elektronik seperti Tapping Box meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dan mengurangi potensi kebocoran pajak.

Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa daerah yang menerapkan teknologi Tapping Box mencatatkan peningkatan penerimaan pajak signifikan. Di kota-kota besar, peningkatan penerimaan pajak dari sektor restoran dan hiburan bisa mencapai 20% setelah pemasangan alat perekam transaksi, menunjukkan bahwa dengan teknologi, pemerintah daerah dapat meningkatkan akurasi dan transparansi dalam pemungutan pajak.

UU HKPD juga mendorong sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan data perpajakan melalui PKS OP4D. Pemerintah daerah dapat mengakses data pajak dari pusat untuk memverifikasi dan meningkatkan potensi penerimaan pajak daerah. Sebagai contoh, salah satu kota di Indonesia mencatatkan potensi penerimaan sebesar Rp6,2 miliar dengan realisasi mencapai Rp3,9 miliar setelah memanfaatkan data dari PKS OP4D untuk konfirmasi dan pemeriksaan objek pajak.

Penguatan kapasitas perpajakan lokal juga melibatkan peningkatan kompetensi aparatur pajak daerah melalui pelatihan dan pendampingan teknis dari pemerintah pusat. Pelatihan ini mencakup manajemen pajak, audit perpajakan, dan penggunaan teknologi informasi dalam perpajakan. Dengan sumber daya manusia yang lebih terampil dan berpengetahuan, pemerintah daerah dapat meningkatkan kinerja perpajakan dan mengoptimalkan PAD.

Secara keseluruhan, penguatan kapasitas perpajakan lokal merupakan pilar penting dalam desentralisasi fiskal yang bertujuan memperkuat otonomi daerah. Dengan sumber daya keuangan yang lebih besar dan pengelolaan perpajakan yang lebih efisien, pemerintah daerah dapat lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan mendukung pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal.